Home » » Masa Depan Bali, Ketika Kepemilikan Asing Direstui

Masa Depan Bali, Ketika Kepemilikan Asing Direstui

Masa Depan Bali, Ketika Kepemilikan Asing Direstui

Didorong oleh pertumbuhan industri pariwisata, pasar properti Bali kembali bergairah. Setelah mengalami kontraksi dengan ditandai terhentinya transaksi dan tertundanya pengembangan selama beberapa bulan pada akhir 2008 hingga pertengahan 2009. Untungnya, itu tidak berlangsung lama, karena transaksi kembali aktif dan pengembangan mulai dilanjutkan. Sebut saja, Aston Denpasar dan Bali Kuta Residences. Belum lagi proyek-proyek anyar macam hotel spa The Rich Prada di Bali Pecatu Graha, mixed use development DelMango dan DelPlaza di kawasan Seminyak, serta private villa Biu-Biu Kumala di Jimbaran.



Sejatinya, menurut Manager Ray White Kuta, Michael Gunawan, pulihnya sektor properti Bali sudah terjadi pada bulan Juli-Agustus 2009. Ditandai dengan banyaknya investor mancanegara dan lokal yang membeli dan mengakuisisi lahan. “Mereka sangat agresif berburu tanah kosong dengan luas minimal rata-rata 20 are (2.000 m2) untuk dijadikan vila eksklusif yang akan disewakan kembali,” jelas Michael.

Isu bakal disahkannya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 41 Tahun 1996, tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia sebelum Kongres Dunia Federasi Real Estate Internasional (FIABCI) di Bali pada Mei 2010, juga turut mendongkrak minat pasar.
Dus, kondisi aktual Thailand yang diterpa drama kerusuhan politik yang bergejolak, telah benar-benar membawa implikasi positif bagi Pulau Dewata ini. Disparitas pertumbuhan menurut Global Property Guide, dari sebelumnya 30 persen, melonjak jadi  40 persen, mendekati hegemoni destinasi wisata dunia seperti Phuket. Selama ini, Bali selalu tertinggal di belakang Phuket yang telah lama menjadi primadona investor properti asing.

Momentum dan sekaligus isu aktual itu semestinya menjadi cermin dalam mempertimbangkan sebuah keputusan yang ramah pasar sekaligus mendorong potensi lokal. Betapa jika keran PP No. 41/1996 itu dibuka luas, potensi pertumbuhan dan nilai propertinya bakal mencuat melebihi Phuket. Analisa Vivin Harsanto, Direktur Investasi Jones Lang LaSalle, potensi nilai properti yang bisa diraup sekitar Rp30 triliun. Khusus Bali, secara fundamental dapat merekonstruksi pasar secara struktural. “Karena Bali merupakan destinasi wisata, maka karakter pasarnya sangat khas. Efek ikutannya begitu luas. Apalagi jika mortgage-nya juga diberikan kepada pembeli asing, sangat pesat pastinya,” imbuh Vivin.

Dan Bali, akan menjelma menjadi generator pertumbuhan properti di masa depan. Di samping Batam yang secara geografis dekat dengan Singapura dan merupakan Kawasan Ekonomi Khusus, Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan juga Jakarta. Saat ini saja, kapitalisasi properti di Bali, berdasarkan catatan Properti Indonesia sudah mencapai lebih dari 10 triliun rupiah. Berasal dari 160.000 kamar hotel dari 720 pengembangan.


Mixed market
Tsunami keuangan yang melanda Negara maju, secara fundamental telah membawa perubahan signifikan terhadap konstruksi market Bali. Bali tak lagi sebagai second home bagi pelancong asal Australia. Tetapi kini menjadi destinasi investasi bagi masyarakat global yang lebih beragam dengan ceruk jauh lebih luas. Katakanlah Rusia beserta Negara sempalannya, atau India, dan China yang membentuk patron alamiah sebagai Asian Market. Mereka inilah yang agresif memburu lahan atau properti dengan nilai return on investment yang menjanjikan.

Dikatakan Presiden Direktur Bali Permata Indah (pengembang DelMango Villa) Ronny Tome, dari total 15 unit vila mewah yang ditawarkan, 8 sudah secara resmi berpindah tangan. Padahal harganya tak bisa dibilang murah, sekitar 350.000 dolar AS untuk ukuran satu kamar tidur (110/230). Di antara pembeli itu adalah orang Rusia. “Mereka membeli secara tunai. Karena tidak ada fasilitas mortgage bagi orang asing. Selain orang Rusia, juga orang Australia,  dan tak lupa pembeli dari Jakarta,” imbuh Ronny.

Serupa halnya dengan investor Biu-Biu Kumala. Private villas yang dikembangkan Cipta Lintas Development ini juga tak bisa mengelak dari serbuan petrodollar Rusia. Ada tiga orang Rusia yang membeli vila yang berhadapan langsung dengan Pantai Balangan ini.

Sementara The Rich Prada milik PT Surya Inti Permata, pengembang asal Surabaya, memilih menggarap pasar Bali karena termotivasi oleh orientasi pengembangan yang tidak lagi terkonsentrasi di Selatan. Dari total 911 unit kamar hotel di atas lahan seluas 2 Ha, telah terjual nyaris separuhnya. Padahal, proyek ini baru dilansir pada akhir 2008.

Indikator menggairahkan juga ditunjukkan oleh sub sektor perhotelan. Lamanya tamu menginap meningkat dari 3 hari menjadi 7 sampai 10 hari. “Jika dipukul rata sekitar 12 hari. Komposisinya, tamu Asia 3 hari, Australia 7 hari, domestik 3 hari dan Eurosia 7 hari,” jelas Sere Nababan, Resident Manager Risata Hotel.
Dijelaskan Sere, distribusi hotel kurang tersebar merata. Kendati demikian tetap berkontribusi terhadap pembentukan pola pasar. Jika tamu Asia termasuk di antaranya Jepang, Korea, Thailand, Malaysia dan Singapura familiar dengan hotel-hotel di kawasan Kuta dan sekitarnya, maka tamu dari Eropa dan Amerika akan memilih kawasan Nusa Dua, Uluwatu, Jimbaran atau Seminyak. “Kalau sedang high season, tamu yang menginap bisa mencapai 90%, atau bahkan fully booked jika ada event-event tertentu,” ujar Sere.

Oleh karenanya, market hotel dan vila masih sangat menjanjikan. Pengembangan selama ini, teraglomerasi di sekitar bandara dan ibukota Denpasar, serta Kuta dan Seminyak. Di antara ketiganya Seminyak merupakan daerah dengan harga lahan dan properti tertinggi yakni sekitar Rp8 juta-10 juta/m2.

Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir Bukit Semenanjung, dan beberapa daerah di pantai timur memperlihatkan pergerakan yang dramatis. Di sini harga lahan dan properti masih rendah. Vila berisi lima kamar tidur dengan tanah seluas 2.000 M2, ditawarkan hanya 1,85 juta dolar AS. Dengan harga serendah ini, pantai timur seharusnya dapat bersaing dengan wilayah lainnya di Bali. Karena, berpeluang menciptakan pertumbuhan harga yang tinggi. Diimbuhi kondisi lingkungan yang masih mencitrakan keaslian Bali, serta jarak ke bandara yang tidak sampai satu jam.

0 komentar :

Posting Komentar

learningbaydoing. Diberdayakan oleh Blogger.